ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU DENGAN KOMPLIKASI, KELAINAN, PENYAKIT DALAM MASA NIFAS
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perdarahan postpartum merupakan penyebab penting kematian maternalkhususnya di negara berkembang. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan perdarahanpostpartum adalah grandemultipara, jarak persalinan yang pendek kurang dari 2 tahun dan persalinan yang dilakukan dengan tindakan pertolongan kala III sebelum waktunya, pertolongan persalinan oleh dukun, persalinan dengan tindakan paksa, persalinan dengan narkosa.Perdarahan setelah melahirkan atau post partum hemorrhagic (PPH) adalah konsekuensi perdarahan berlebihan dari tempat implantasi plasenta, trauma di traktusgenitalia dan struktur sekitarnya, atau keduanya (Wiknjosastro H, Saifuddin 2002).
Diperkirakan ada 14 juta kasus perdarahan dalam kehamilan setiap tahunnyapaling sedikit 128.000 wanita mengalami perdarahan sampai meninggal. Sebagianbesar kematian tersebut terjadi dalam waktu 4 jam setelah melahirkan
Apabila terjadi perdarahan yang berlebihan pasca persalinan harus dicari etiologiyang spesifik. Atonia uteri, retensio plasenta (termasuk plasenta akreta dan variannya), sisa plasenta, dan laserasi traktus genitalia merupakan penyebab sebagian besar perdarahan post partum.
1.2 Tujuan
Mampu memberikan asuhan kebidanan pada ibu dengan komplikasi, kelainan, penyakit dalam masa nifas yang meliputi Batasan early HPP dan late HPP, penyebab, gambaran klinis dan diagnosti, komplikasi serta penatalaksanaan dan gangguan psikologis pada masa nifas yang meliputi defresi postpartum dan psikosa
Apabila terjadi perdarahan yang berlebihan pasca persalinan harus dicari etiologiyang spesifik. Atonia uteri, retensio plasenta (termasuk plasenta akreta dan variannya), sisa plasenta, dan laserasi traktus genitalia merupakan penyebab sebagian besar perdarahan post partum.
1.2 Tujuan
Mampu memberikan asuhan kebidanan pada ibu dengan komplikasi, kelainan, penyakit dalam masa nifas yang meliputi Batasan early HPP dan late HPP, penyebab, gambaran klinis dan diagnosti, komplikasi serta penatalaksanaan dan gangguan psikologis pada masa nifas yang meliputi defresi postpartum dan psikosa
BAB II
PEMBAHASAN
ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU DENGAN KOMPLIKASI, KELAINAN, PENYAKIT DALAM MASA NIFAS
2.1 Perdarahan Post PartumA. Batasan early HPP dan late HPP
Perdarahan postopartum adalah perdarahan yang terjadi dalam 24 jam setelah persalinan berlangsung dengan jumlah darah > 500 cc.Perdarahan postpartum adalah perdarahan pervaginam 500 cc atau lebih setelah kala III selesai (setelah plasenta lahir) (Wiknjosastro, 2000).
Fase dalam persalinan dimulai dari kala I yaitu serviks membuka kurang dari 4 cm sampai penurunan kepala dimulai, kemudian kala II dimana serviks sudah membuka lengkap sampai 10 cm atau kepala janin sudah tampak, kemudian dilanjutkan dengan kala III persalinan yang dimulai dengan lahirnya bayi dan berakhir dengan pengeluaran plasenta. Perdarahan postpartum terjadi setelah kala III persalinan selesai (Saifuddin, 2002).
Fase dalam persalinan dimulai dari kala I yaitu serviks membuka kurang dari 4 cm sampai penurunan kepala dimulai, kemudian kala II dimana serviks sudah membuka lengkap sampai 10 cm atau kepala janin sudah tampak, kemudian dilanjutkan dengan kala III persalinan yang dimulai dengan lahirnya bayi dan berakhir dengan pengeluaran plasenta. Perdarahan postpartum terjadi setelah kala III persalinan selesai (Saifuddin, 2002).
Perdarahan postpartum ada kalanya merupakan perdarahan yang hebat dan menakutkan sehingga dalam waktu singkat wanita jatuh ke dalam syok, ataupun merupakan perdarahan yang menetes perlahan-lahan tetapi terus menerus dan ini juga berbahaya karena akhirnya jumlah perdarahan menjadi banyak yang mengakibatkan wanita menjadi lemas dan juga jatuh dalam syok (Mochtar, 1995).
Klasifikasi klinis perdarahan postpartum yaitu (Manuaba, 1998) :
B. Penyebab
Klasifikasi klinis perdarahan postpartum yaitu (Manuaba, 1998) :
- Perdarahan Postpartum Primer atau Early Postpartum yaitu perdarahan pasca persalinan yang terjadi dalam 24 jam pertama kelahiran. Penyebab utama perdarahan postpartum primer adalah atonia uteri, retensio plasenta, sisa plasenta, robekan jalan lahir dan inversio uteri. Terbanyak dalam 2 jam pertama.
- Perdarahan Postpartum Sekunder atau Late Postpartum yaitu perdarahan pascapersalinan yang terjadi setelah 24 jam pertama kelahiran. Perdarahan postpartum sekunder disebabkan oleh infeksi, penyusutan rahim yang tidak baik, atau sisa plasenta yang tertinggal Penyebab
Penyebab perdarahan Postpartum antara lain :
Faktor-faktor yang menyebabkan perdarahan post partum adalah :
Hal-hal yang dicurigai akan menimbulkan perdarahan pasca persalinan.yaitu :
C. Gejala
- Atonia uteri 50% - 60%
- Retensio plasenta 16% - 17%
- Sisa plasenta 23% - 24%
- Laserasi jalan lahir 4% - 5%
- Kelainan darah 0,5% - 0,8% (Mochtar, 1995).
- Grandemultipara.
- Jarak perasalinan pendek kurang dari 2 tahun.
- Persalinan yang dilakukan dengan tindakan pertolongan kala urisebelum waktunya, pertolongan persalinan oleh dukun, persalinan dengan tindakan paksa persalinan dengan narkosa.
- Riwayat persalinan yang kurang baik, misalnya:
- Riwayat perdarahan pada persalinan yang terdahulu.
- Grande multipara (lebih dari empat anak).
- Jarak kehamilan yang dekat (kurang dari dua tahun).
- Bekas operasi Caesar.
- Pernah abortus (keguguran) sebelumnya.
- Hasil pemeriksaan waktu bersalin, misalnya:
- Persalinan kala II yang terlalu cepat sebagai contoh setelah ekstraksi vakum, forsep.
- Uterus terlalu teregang, misalnya pada hidramnion, kehamilan kembar, anak besar.
- Uterus yang kelelahan, persalinan lama.
- Uterus yang lembek akibat narkosa.
- Inversi uteri primer dan sekunder.
Beberapa gejala yang bisa menunjukkan hemorraghe postpartum :
- Perdarahan yang tidak dapat dikontrol
- Penurunan tekanan darah
- Peningkatan detak jantung
- Penurunan hitung sel darah merah ( hematocrit )
- Pembengkakan dan nyeri pada jaringan daerah vagina dan sekitar Perineum.
D. Patofisiologi
Dalam persalinan pembuluh darah yang ada di uterus melebar untuk meningkatkan sirkulasi ke sana, atoni uteri dan subinvolusi uterus menyebabkan kontraksi uterus menurun sehingga pembuluh darah-pembuluh darah yang melebar tadi tidak menutup sempurna sehingga perdarahan terjadi terus menerus.
Trauma jalan lahir seperti epiostomi yang lebar, laserasi perineum, dan rupture uteri juga menyebabkan perdarahan karena terbukanya pembuluh darah, penyakit darah pada ibu : misalnya afibrinogemia atau hipofibrinogemia karena tidak ada atau kurangnya fibrin untuk membantu proses pembekuan darah juga merupakan penyebab dari perdarahan postpartum. Perdarahan yang sulit dihentikan bisa mendorong pada keadaan shock hemoragik.
E. Gambaran klinis dan diagnosti
Trauma jalan lahir seperti epiostomi yang lebar, laserasi perineum, dan rupture uteri juga menyebabkan perdarahan karena terbukanya pembuluh darah, penyakit darah pada ibu : misalnya afibrinogemia atau hipofibrinogemia karena tidak ada atau kurangnya fibrin untuk membantu proses pembekuan darah juga merupakan penyebab dari perdarahan postpartum. Perdarahan yang sulit dihentikan bisa mendorong pada keadaan shock hemoragik.
E. Gambaran klinis dan diagnosti
Seorang wanita hamil yang sehat dapat kehilangan darah sebanyak 10% dari volume total tanpa mengalami gejala-gejala klinik, gejala-gejala baru tampak pada kehilangan darah sebanyak 20%. Gejala klinik berupa perdarahan pervaginam yang terus-menerus setelah bayi lahir. Kehilangan banyak darah tersebut menimbulkan tanda-tanda syok yaitu penderita pucat, tekanan darah rendah, denyut nadi cepat dan kecil, ekstrimitas dingin, dan lain-lain (Wiknjosastro, 2005).
Berikut langkah-langkah sistematik untuk mendiagnosa perdarahan postpartum :
F. Komplikasi
G. Penatalaksanaan
Berikut langkah-langkah sistematik untuk mendiagnosa perdarahan postpartum :
- Palpasi uterus : bagaimana kontraksi uterus dan tinggi fundus uteriMemeriksa plasenta
- ketuban : apakah lengkap atau tidak
- Lakukan ekplorasi kavum uteri untuk mencari :
- Sisa plasenta dan ketuban
- Robekan rahim
- Plasenta succenturiata
- Inspekulo : untuk melihat robekan pada cervix, vagina, dan varises yang pecah.
- Pemeriksaan laboratorium : bleeding time, Hb, Clot Observation test dan lain-lain.
- Syok
- Kematian
Penatalaksanaan secara umum :
1. Perdarahan postpartum primer
- Ketahui secara pasti kondisi ibu bersalinsejak awal
- Pimpin persalinan dengan mengacu pada persalinan bersih dan aman
- Selalu siapkan keperluan tindakan gawat darurat
- Segera lakukan penilaian klinik dan upaya pertolongan apabila dihadapkan dengan masalah dan komplikasi
- Atasi syok jika terjadi syok
- Pastikan kontraksi berlangsung baik ( keluarkan bekuan darah, lakukan pijatan uterus, beri uterotonika 10 IV dilanjutkan infus 20 ml dalam 500cc NS/RL dengan tetesan 40 tetes/menit ).
- Pastikan plasenta telah lahir lengkap dan eksplorasi kemungkinanrobekan jalan lahir
- Bila perdarahan tidak berlangsung, lakukan uji bekuan darah.
- Pasang kateter tetap dan pantau cairan keluar masuk
- Lakukan observasi ketat pada 2 jam pertama paska persalinan danlanjutkan pemantauan terjadwal hingga 4 jam berikutnya
Perdarahan Postpartum Primer atau Early Postpartum yaitu perdarahan pasca persalinan yang terjadi dalam 24 jam pertama kelahiran. Penyebab utama perdarahan postpartum primer adalah atonia uteri, retensio plasenta, sisa plasenta, robekan jalan lahir dan inversio uteri. Terbanyak dalam 2 jam pertama.
Penyebab Perdarahan Postpartum Primer
a. Retensio plasenta dengan perdarahan
· Langsung melakukan plasenta manual
b. Retensio plasenta tanpa perdarahan
· Setelah dapat memastikan keadaan umum penderitasegeramemasang infus dan memberikan cairan
· Merujuk penderita ke pusat dengan fasilitas cukup, untuk mendapatkan penanganan yang lebih baik
· Memberikan transfusi
· Proteksi dengan antibiotik
· Mempersiapkan plasenta manual dengan legeartis dalamkeadaan pengaruh narkosa.
Upaya preventif retensio plasenta oleh bidan
· Meningkatkan penerimaan keluarga berencana, sehingga memperkecil terjadinya retensio plasenta
· Meningkatkan penerimaan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan yang terlatih
· Pada waktu melakukan peertolongan persalina kala III tidak diperkenankan melakukan masase dengan tujuan mempercepat proses persalinan plasenta. Masase yang tidak tepat waktu dapat mengacaukan kontraksi otot rahim dan mengganggu pelepasan plasenta.
3) Sisa Plasenta
Sewaktu suatu bagian dari plasenta tertinggal, maka uterus tidak dapat berkontraksi secara efektif dan keadaan ini dapat menimbulkan perdarahan. Perdarahan postpartum yang terjadi segera jarang disebabkan oleh retensi potongan-potongan kecil plasenta. Inspeksi plasenta segera setelah persalinan bayi harus menjadi tindakan rutin. Jika ada bagian plasenta yang hilang, uterus harus dieksplorasi dan potongan plasenta dikeluarkan (Faisal, 2008).
4) Robekan Jalan Lahir
Robekan jalan lahir dapat terjadi bersamaan dengan atonia uteri. Perdarahan pasca persalinan dengan uterus yang berkontraksi baik biasanya disebabkan oleh robekan serviks atau vagina (Saifuddin, 2002). Setelah persalinan harus selalu dilakukan pemeriksaan vulva dan perineum. Pemeriksaan vagina dan serviks dengan spekulum juga perlu dilakukan setelah persalinan.
Robekan jalan lahir selalu memberikan perdarahan dalam jumlah yang bervariasi banyaknya. Perdarahan yang berasal dari jalan lahir selalu harus dievaluasi yaitu sumber dan jumlah perdarahan sehingga dapat diatasi. Sumber perdarahan dapat berasal dari perineum, vagina, serviks, dan robekan uterus (ruptura uteri). Perdarahan dapat dalam bentuk hematoma dan robekan jalan lahir dengan perdarahan bersifat arterill atau pecahnya pembuluh darah vena. Untuk dapat menetapkan sumber perdarahan dapat dilakukan dengan pemeriksaan dalam dan pemeriksaan spekulum setelah sumber perdarahan diketahui dengan pasti, perdarahan dihentikan dengan melakukan ligasi (Manuaba, 1998).
5) Inversio Uteri
Inversio uteri merupakan keadaan dimana fundus uteri masuk ke dalam kavum uteri, dapat secara mendadak atau terjadi perlahan (Manuaba, 1998).
Pada inversio uteri bagian atas uterus memasuki kavum uteri, sehingga fundus uteri sebelah dalam menonjol ke dalam kavum uteri. Peristiwa ini jarang sekali ditemukan, terjadi tiba-tiba dalam kala III atau segera setelah plasenta keluar. Sebab inversio uteri yang tersering adalah kesalahan dalam memimpin kala III, yaitu menekan fundus uteri terlalu kuat dan menarik tali pusat pada plasenta yang belum terlepas dari insersinya. Menurut perkembangannya inversio uteri dibagi dalam beberapa tingkat (Wiknjosastro, 2005) :
· Fundus uteri menonjol ke dalam kavum uteri, tetapi belum keluar dari ruang tersebut
· Korpus uteri yang terbalik sudah masuk ke dalam vagina
· Uterus dengan vagina semuanya terbalik, untuk sebagian besar terletak di luar vagina.
Gejala-gejala inversio uteri pada permulaan tidak selalu jelas. Akan tetapi, apabila kelainan itu sejak awal tumbuh dengan cepat, seringkali timbul rasa nyeri yang keras dan bisa menyebabkan syok.
Penatalaksanaan dan pencegahan perdarahan postpartum
Penyebab Perdarahan Postpartum Primer
1) Atonia Uteri
Atonia uteri merupakan kegagalan miometrium untuk berkontraksi setelah persalinan sehingga uterus dalam keadaan relaksasi penuh, melebar, lembek dan tidak mampu menjalankan fungsi oklusi pembuluh darah. Akibat dari atonia uteri ini adalah terjadinya perdarahan. Perdarahan pada atonia uteri ini berasal dari pembuluh darah yang terbuka pada bekas menempelnya plasenta yang lepas sebagian atau lepas keseluruhan (Faisal, 2008).
Miometrium terdiri dari tiga lapisan dan lapisan tengah merupakan bagian yang terpenting dalam hal kontraksi untuk menghentikan perdarahan pasca persalinan. Miometrum lapisan tengah tersusun sebagai anyaman dan ditembus oeh pembuluh darah. Masing-masing serabut mempunyai dua buah lengkungan sehingga tiap-tiap dua buah serabut kira-kira berbentuk angka delapan. Setelah partus, dengan adanya susunan otot seperti tersebut diatas, jika otot berkontraksi akan menjepit pembuluh darah. Ketidakmampuan miometrium untuk berkontraksi ini akan menyebabkan terjadinya pendarahan pasca persalinan (Faisal, 2008).
Atonia uteri dapat terjadi sebagai akibat :
· Partus lama
· Pembesaran uterus yang berlebihan pada waktu hamil, seperti pada hamil kembar, hidramnion atau janin besar
· Multiparitas
· Anestesi yang dalam
· Anestesi lumbal
Selain karena sebab di atas atonia uteri juga dapat timbul karena salah penanganan kala III persalinan, yaitu memijat uterus dan mendorongnya ke bawah dalam usaha melahirkan plasenta, dimana sebenarnya plasenta belum terlepas dari dinding uterus (Wiknjosastro, 2005).
Peranan bidan dalam menghadapi perdarahan post partum karena atonia uteri
a. Meningkatkan upaya preventif :
· Meningkatkan penerimaan gerakan keluarga berencanasehingga memperkecil jumlah grandemultipara dan memperpanjangjarak hamil
· Melakukan konsultasi atau merujuk kehamilan denganoverdistensiuterus: hidramnion dan kehamilan ganda dugaan janin besar (makrosomia)
· Mengurangi peranan pertolongan persalinan oleh dukun
b. Bidan dapat segera melakukan rujukan penderita dengan didahului tindakan ringan:
· Memasang infus-memberikan cairan pengganti.
· Memberikan uterotonika intramuskular, intravena atau dengan drip.
· Melakukan masase uterus sehingga kontraksi otot rahim makin cepatdan makin kuat.
· Penderita sebaiknya diantar
Atonia uteri merupakan kegagalan miometrium untuk berkontraksi setelah persalinan sehingga uterus dalam keadaan relaksasi penuh, melebar, lembek dan tidak mampu menjalankan fungsi oklusi pembuluh darah. Akibat dari atonia uteri ini adalah terjadinya perdarahan. Perdarahan pada atonia uteri ini berasal dari pembuluh darah yang terbuka pada bekas menempelnya plasenta yang lepas sebagian atau lepas keseluruhan (Faisal, 2008).
Miometrium terdiri dari tiga lapisan dan lapisan tengah merupakan bagian yang terpenting dalam hal kontraksi untuk menghentikan perdarahan pasca persalinan. Miometrum lapisan tengah tersusun sebagai anyaman dan ditembus oeh pembuluh darah. Masing-masing serabut mempunyai dua buah lengkungan sehingga tiap-tiap dua buah serabut kira-kira berbentuk angka delapan. Setelah partus, dengan adanya susunan otot seperti tersebut diatas, jika otot berkontraksi akan menjepit pembuluh darah. Ketidakmampuan miometrium untuk berkontraksi ini akan menyebabkan terjadinya pendarahan pasca persalinan (Faisal, 2008).
Atonia uteri dapat terjadi sebagai akibat :
· Partus lama
· Pembesaran uterus yang berlebihan pada waktu hamil, seperti pada hamil kembar, hidramnion atau janin besar
· Multiparitas
· Anestesi yang dalam
· Anestesi lumbal
Selain karena sebab di atas atonia uteri juga dapat timbul karena salah penanganan kala III persalinan, yaitu memijat uterus dan mendorongnya ke bawah dalam usaha melahirkan plasenta, dimana sebenarnya plasenta belum terlepas dari dinding uterus (Wiknjosastro, 2005).
Peranan bidan dalam menghadapi perdarahan post partum karena atonia uteri
a. Meningkatkan upaya preventif :
· Meningkatkan penerimaan gerakan keluarga berencanasehingga memperkecil jumlah grandemultipara dan memperpanjangjarak hamil
· Melakukan konsultasi atau merujuk kehamilan denganoverdistensiuterus: hidramnion dan kehamilan ganda dugaan janin besar (makrosomia)
· Mengurangi peranan pertolongan persalinan oleh dukun
b. Bidan dapat segera melakukan rujukan penderita dengan didahului tindakan ringan:
· Memasang infus-memberikan cairan pengganti.
· Memberikan uterotonika intramuskular, intravena atau dengan drip.
· Melakukan masase uterus sehingga kontraksi otot rahim makin cepatdan makin kuat.
· Penderita sebaiknya diantar
2) Retensio plasenta
Retensio plasenta adalah keadaan dimana plasenta belum lahir setengah jam setelah janin lahir. Hal tersebut disebabkan (Wiknjosastro, 2005) :
· Plasenta belum lepas dari dinding uterus
· Plasenta sudah lepas, akan tetapi belum dilahirkan.
Bila plasenta belum lepas sama sekali tidak akan terjadi perdarahan, tapi bila sebagian plasenta sudah lepas akan terjadi perdarahan dan ini merupakan indikasi untuk segera mengeluarkannya. Plasenta belum lepas dari dinding uterus disebabkan :
· Kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta (plasenta adhesiva)
· Plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh sebab villi korialis menembus desidua sampai miometrium (plasenta akreta)
· Plasenta merekat erat pada dinding uterus oleh sebab villi korialis menembus sampai di bawah peritoneum (plasenta perkreta).
Plasenta sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum keluar, disebabkan oleh tidak adanya usaha untuk melahirkan atau karena salah penanganan kala III, sehingga terjadi lingkaran kontriksi pada bagian bawah uterus yang menghalangi keluarnya plasenta (inkarserasio plasenta).
Sikap umum bidan
1. Memperhatikan keadaan umum penderita
· Apakah anemis
· Bagaimana jumlah perdarahannya
· Keadaan umum penderita : tekanan darah, nadi, dan suhu
· Keadaan fundus uteri : kontraksi dan tinggi fundus uteri.
2. Mengetahui keadaan plasenta.
· Apakah plasenta inkarserata
· Melakukan tes plasenta lepas: metode Kusnert, metode Klein, metode Strassman, metode Manuaba.
· Memasang infus dan memberikan cairan pengganti.
Sikap khusus bidan.Retensio plasenta adalah keadaan dimana plasenta belum lahir setengah jam setelah janin lahir. Hal tersebut disebabkan (Wiknjosastro, 2005) :
· Plasenta belum lepas dari dinding uterus
· Plasenta sudah lepas, akan tetapi belum dilahirkan.
Bila plasenta belum lepas sama sekali tidak akan terjadi perdarahan, tapi bila sebagian plasenta sudah lepas akan terjadi perdarahan dan ini merupakan indikasi untuk segera mengeluarkannya. Plasenta belum lepas dari dinding uterus disebabkan :
· Kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta (plasenta adhesiva)
· Plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh sebab villi korialis menembus desidua sampai miometrium (plasenta akreta)
· Plasenta merekat erat pada dinding uterus oleh sebab villi korialis menembus sampai di bawah peritoneum (plasenta perkreta).
Plasenta sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum keluar, disebabkan oleh tidak adanya usaha untuk melahirkan atau karena salah penanganan kala III, sehingga terjadi lingkaran kontriksi pada bagian bawah uterus yang menghalangi keluarnya plasenta (inkarserasio plasenta).
Sikap umum bidan
1. Memperhatikan keadaan umum penderita
· Apakah anemis
· Bagaimana jumlah perdarahannya
· Keadaan umum penderita : tekanan darah, nadi, dan suhu
· Keadaan fundus uteri : kontraksi dan tinggi fundus uteri.
2. Mengetahui keadaan plasenta.
· Apakah plasenta inkarserata
· Melakukan tes plasenta lepas: metode Kusnert, metode Klein, metode Strassman, metode Manuaba.
· Memasang infus dan memberikan cairan pengganti.
a. Retensio plasenta dengan perdarahan
· Langsung melakukan plasenta manual
b. Retensio plasenta tanpa perdarahan
· Setelah dapat memastikan keadaan umum penderitasegeramemasang infus dan memberikan cairan
· Merujuk penderita ke pusat dengan fasilitas cukup, untuk mendapatkan penanganan yang lebih baik
· Memberikan transfusi
· Proteksi dengan antibiotik
· Mempersiapkan plasenta manual dengan legeartis dalamkeadaan pengaruh narkosa.
Upaya preventif retensio plasenta oleh bidan
· Meningkatkan penerimaan keluarga berencana, sehingga memperkecil terjadinya retensio plasenta
· Meningkatkan penerimaan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan yang terlatih
· Pada waktu melakukan peertolongan persalina kala III tidak diperkenankan melakukan masase dengan tujuan mempercepat proses persalinan plasenta. Masase yang tidak tepat waktu dapat mengacaukan kontraksi otot rahim dan mengganggu pelepasan plasenta.
3) Sisa Plasenta
Sewaktu suatu bagian dari plasenta tertinggal, maka uterus tidak dapat berkontraksi secara efektif dan keadaan ini dapat menimbulkan perdarahan. Perdarahan postpartum yang terjadi segera jarang disebabkan oleh retensi potongan-potongan kecil plasenta. Inspeksi plasenta segera setelah persalinan bayi harus menjadi tindakan rutin. Jika ada bagian plasenta yang hilang, uterus harus dieksplorasi dan potongan plasenta dikeluarkan (Faisal, 2008).
4) Robekan Jalan Lahir
Robekan jalan lahir dapat terjadi bersamaan dengan atonia uteri. Perdarahan pasca persalinan dengan uterus yang berkontraksi baik biasanya disebabkan oleh robekan serviks atau vagina (Saifuddin, 2002). Setelah persalinan harus selalu dilakukan pemeriksaan vulva dan perineum. Pemeriksaan vagina dan serviks dengan spekulum juga perlu dilakukan setelah persalinan.
Robekan jalan lahir selalu memberikan perdarahan dalam jumlah yang bervariasi banyaknya. Perdarahan yang berasal dari jalan lahir selalu harus dievaluasi yaitu sumber dan jumlah perdarahan sehingga dapat diatasi. Sumber perdarahan dapat berasal dari perineum, vagina, serviks, dan robekan uterus (ruptura uteri). Perdarahan dapat dalam bentuk hematoma dan robekan jalan lahir dengan perdarahan bersifat arterill atau pecahnya pembuluh darah vena. Untuk dapat menetapkan sumber perdarahan dapat dilakukan dengan pemeriksaan dalam dan pemeriksaan spekulum setelah sumber perdarahan diketahui dengan pasti, perdarahan dihentikan dengan melakukan ligasi (Manuaba, 1998).
5) Inversio Uteri
Inversio uteri merupakan keadaan dimana fundus uteri masuk ke dalam kavum uteri, dapat secara mendadak atau terjadi perlahan (Manuaba, 1998).
Pada inversio uteri bagian atas uterus memasuki kavum uteri, sehingga fundus uteri sebelah dalam menonjol ke dalam kavum uteri. Peristiwa ini jarang sekali ditemukan, terjadi tiba-tiba dalam kala III atau segera setelah plasenta keluar. Sebab inversio uteri yang tersering adalah kesalahan dalam memimpin kala III, yaitu menekan fundus uteri terlalu kuat dan menarik tali pusat pada plasenta yang belum terlepas dari insersinya. Menurut perkembangannya inversio uteri dibagi dalam beberapa tingkat (Wiknjosastro, 2005) :
· Fundus uteri menonjol ke dalam kavum uteri, tetapi belum keluar dari ruang tersebut
· Korpus uteri yang terbalik sudah masuk ke dalam vagina
· Uterus dengan vagina semuanya terbalik, untuk sebagian besar terletak di luar vagina.
Gejala-gejala inversio uteri pada permulaan tidak selalu jelas. Akan tetapi, apabila kelainan itu sejak awal tumbuh dengan cepat, seringkali timbul rasa nyeri yang keras dan bisa menyebabkan syok.
Penatalaksanaan dan pencegahan perdarahan postpartum
1. Pencegahan Perdarahan Postpartum
a. Perawatan masa kehamilan
Mencegah atau sekurang-kurangnya bersiap siaga pada kasus-kasus yang disangka akan terjadi perdarahan adalah penting. Tindakan pencegahan tidak saja dilakukan sewaktu bersalin tetapi sudah dimulai sejak ibu hamil dengan melakukan antenatal care yang baik.
Menangani anemia dalam kehamilan adalah penting, ibu-ibu yang mempunyai predisposisi atau riwayat perdarahan postpartum sangat dianjurkan untuk bersalin di rumah sakit.
b. Persiapan persalinan
Di rumah sakit diperiksa keadaan fisik, keadaan umum, kadar Hb, golongan dar ah, dan bila memungkinkan sediakan donor darah dan dititipkan di bank darah. Pemasangan cateter intravena dengan lobang yang besar untuk persiapan apabila diperlukan transfusi.
Untuk pasien dengan anemia berat sebaiknya langsung dilakukan transfusi.
Sangat dianjurkan pada pasien dengan resiko perdarahan postpartum untuk menabung darahnya sendiri dan digunakan saat persalinan.
c. Persalinan
Setelah bayi lahir, lakukan massae uterus dengan arah gerakan circular atau maju mundur sampai uterus menjadi keras dan berkontraksi dengan baik. Massae yang berlebihan atau terlalu keras terhadap uterus sebelum, selama ataupun sesudah lahirnya plasenta bisa mengganggu kontraksi normal myometrium dan bahkan mempercepat kontraksi akan menyebabkan kehilangan darah yang berlebihan dan memicu terjadinya perdarahan postpartum.
d. Kala tiga dan Kala empat(7,13,14)
· Uterotonica dapat diberikan segera sesudah bahu depan dilahirkan. Study memperlihatkan penurunan insiden perdarahan postpartum pada pasien yang mendapat oxytocin setelah bahu depan dilahirkan, tidak didapatkan peningkatan insiden terjadinya retensio plasenta. Hanya saja lebih baik berhati-hati pada pasien dengan kecurigaan hamil kembar apabila tidak ada USG untuk memastikan. Pemberian oxytocin selama kala tiga terbukti mengurangi volume darah yang hilang dan kejadian perdarahan postpartum sebesar 40%.
· Pada umumnya plasenta akan lepas dengan sendirinya dalam 5 menit setelah bayi lahir. Usaha untuk mempercepat pelepasan tidak ada untungnya justru dapat menyebabkan kerugian. Pelepasan plasenta akan terjadi ketika uterus mulai mengecil dan mengeras, tampak aliran darah yang keluar mendadak dari vagina, uterus terlihat menonjol ke abdomen, dan tali plasenta terlihat bergerak keluar dari vagina. Selanjutnya plasenta dapat dikeluarkan dengan cara menarik tali pusat secra hati-hati. Segera sesudah lahir plasenta diperiksa apakah lengkap atau tidak. Untuk “ manual plasenta “ ada perbedaan pendapat waktu dilakukannya manual plasenta. Apabila sekarang didapatkan perdarahan adalah tidak ada alas an untuk menunggu pelepasan plasenta secara spontan dan manual plasenta harus dilakukan tanpa ditunda lagi.
Jika tidak didapatkan perdarahan, banyak yang menganjurkan dilakukan manual plasenta 30 menit setelah bayi lahir. Apabila dalam pemeriksaan plasenta kesan tidak lengkap, uterus terus di eksplorasi untuk mencari bagian-bagian kecil dari sisa plasenta.
· Lakukan pemeriksaan secara teliti untuk mencari adanya perlukaan jalan lahir yang dapat menyebabkan perdarahan dengan penerangan yang cukup. Luka trauma ataupun episiotomi segera dijahit sesudah didapatkan uterus yang mengeras dan berkontraksi dengan baik.
2. Manajemen Perdarahan Postpartum
Tujuan utama pertolongan pada pasien dengan perdarahan postpartum
adalah menemukan dan menghentikan penyebab dari perdarahan secepat mungkin.
Terapi pada pasien dengan hemorraghe postpartum mempunyai 2 bagian :
a. Resusitasi dan manajemen yang baik terhadap perdarahan
Pasien dengan hemorraghe postpartum memerlukan penggantian cairan dan pemeliharaan volume sirkulasi darah ke organ – organ penting. Pantau terus perdarahan, kesadaran dan tanda-tanda vital pasien. Pastikan dua kateler intravena ukuran besar untuk memudahkan pemberian cairan dan darah secara bersamaan apabila diperlukan resusitasi cairan cepat.
· Pemberian cairan : berikan normal saline atau ringer lactate
· transfusi darah : bisa berupa whole blood ataupun packed red cell
· Evaluasi pemberian cairan dengan memantau produksi urine (dikatakan perfusi cairan ke ginjal adekuat bila produksi urin dalam 1jam 30 cc atau lebih)
b. Manajemen penyebab hemorraghe postpartum
Tentukan penyebab hemorraghe postpartum :
· Atonia uteri
Periksa ukuran dan tonus uterus dengan meletakkan satu tangan di fundus uteri dan lakukan massase untukmengeluarkan bekuan darah di uterus dan vagina. Apabila terus teraba lembek dan tidak berkontraksi dengan baik perlu dilakukan massase yang lebih keras dan pemberian oxytocin.
Pengosongan kandung kemih bisa mempermudah kontraksi uterus dan memudahkan tindakan selanjutnya. Lakukan kompres bimanual apabila perdarahan masih berlanjut, letakkan satu tangan di belakang fundus uteri dan tangan yang satunya dimasukkan lewat jalan lahir dan ditekankan pada fornix anterior. Pemberian uterotonica jenis lain dianjurkan apabila setelah pemberian oxytocin dan kompresi bimanual gagal menghentikan perdarahan, pilihan berikutnya adalah ergotamine.
· Sisa plasenta
Apabila kontraksi uterus jelek atau kembali lembek setelah kompresi bimanual ataupun massase dihentikan, bersamaan pemberian uterotonica lakukan eksplorasi. Beberapa ahli menganjurkan eksplorasi secepatnya, akan tetapi hal ini sulit dilakukan tanpa general anestesi kecuali pasien jatuh dalam syok. Jangan hentikan pemberian uterotonica selama dilakukan eksplorasi.
Setelah eksplorasi lakukan massase dan kompresi bimanual ulang tanpa menghentikan pemberian uterotonica. Pemberian antibiotic spectrum luas setelah tindakan ekslorasi dan manual removal. Apabila perdarahan masih berlanjut dan kontraksi uterus tidak baik bisa dipertimbangkan untuk dilakukan laparatomi. Pemasangan tamponade uterrovaginal juga cukup berguna untuk menghentikan perdarahan selama persiapan operasi
· Trauma jalan lahir
Perlukaan jalan lahir sebagai penyebab pedarahan apabila uterus sudah berkontraksi dengan baik tapi perdarahan terus berlanjut. Lakukan eksplorasi jalan lahir untuk mencari perlukaan jalan lahir dengan penerangan yang cukup. Lakukan reparasi penjahitan setelah diketahui sumber perdarahan, pastikan penjahitan dimulai diatas puncak luka dan berakhir dibawah dasar luka. Lakukan evaluasi perdarahan setelah penjahitan selesai.
Hematom jalan lahir bagian bawah biasanya terjadi apabila terjadi laserasi pembuluh darah dibawah mukosa, penetalaksanaannya bisa dilakukan incise dan drainase. Apabila hematom sangat besar curigai sumber hematom karena pecahnya arteri, cari dan lakukan ligasi untuk menghentikan perdarahan.
· Gangguan pembekuan darah
Jika manual eksplorasi telah menyingkirkan adanya rupture uteri, sisa plasenta dan perlukaan jalan lahir disertai kontraksi uterus yang baik mak kecurigaan penyebab perdarahan adalah gangguan pembekuan darah. Lanjutkan dengan pemberian product darah pengganti ( trombosit,fibrinogen).
· Terapi pembedahan
1. Laparatomi
Pemilihan jenis irisan vertical ataupun horizontal (Pfannenstiel) adalah tergantung operator. Begitu masuk bersihkan darah bebas untuk memudahkan mengeksplorasiuterus dan jaringan sekitarnya untuk mencari tempat rupture uteri ataupun hematom. Reparasi tergantung tebal tipisnya rupture. Pastikan reparasi benarbenar menghentikan perdarahan dan tidak ada perdarahan dalam karena hanya akan menyebabkan perdarahan keluar lewat vagina. Pemasangan drainase apabila perlu. Apabila setelah pembedahan ditemukan uterus intact dan tidak ada perlukaan ataupun rupture lakukan kompresi bimanual disertai pemberian uterotonica.
2. Ligasi arteri
ü Ligasi uteri uterine
Prosedur sederhana dan efektif menghentikan
perdarahan yang berasal dari uterus karena uteri ini mensuplai 90% darah yang mengalir ke uterus. Tidak ada gangguan aliran menstruasi dan kesuburan.
ü Ligasi arteri ovarii
Mudah dilakukan tapi kurang sebanding dengan hasil yang diberikan
ü Ligasi arteri iliaca interna
Efektif mengurangi perdarahan yany bersumber
dari semua traktus genetalia dengan mengurangi tekanan darah dan circulasi darah sekitar pelvis. Apabila tidak berhasil menghentikan perdarahan, pilihan berikutnya adalah histerektomi.
3. Histerektomi
Merupakan tindakan curative dalam menghentikan perdarahan yang berasal dari uterus. Total histerektomi dianggap lebih baik dalam kasus ini walaupun subtotal histerektomi lebih mudah dilakukan, hal ini disebabkan subtotal histerektomi tidak begitu efektif menghentikan perdarahan apabila berasal dari segmen bawah rahim, servix,fornix vagina.
Referensi pemberian uterotonica :
1. Pitocin
- Onset in 3 to 5 minutes
- Intramuscular : 10-20 units
- Intravenous : 40 units/liter at 250 cc/hour
2. Ergotamine ( Methergine )
- Dosing : 0.2 mg IM or PO every 6-8 hour
- Onset in 2 to 5 minutes
- Kontraindikasi
· Hypertensi
· Pregnancy Induced hypertntio
· hypersensitivity
3. Prostaglandin ( Hemabate )
a. Dosing 0.25 mg Intramuscular or intramyometrium
b. Onset < 5 minutes
c. Administer every 15 minutes to maximum of 2 mg
4. Misoprostol 600 mcg PO or PR
2.2 Gangguan Psikologis Masa Nifas
A. Depresi post partum
1. Pengertian Depresi Post Partum
Depresi Post Partum menurut Goldman (1986) adalah sebagai kumpulan gejala klinik yang sesuai dengan gambaran gangguan depresi berat pada wanita postpartum dan gejala tersebut dimulai setelah melahirkan.
Depresi post partum adalah depresi berat yang terjadi 7 hari setelah melahirkan dan berlangsung selama 30 hari, dapat terjadi kapanpun bahkan sampai 1 tahun kedepan.
Depresi post parum adalah depresi yang bervariasi dari hari ke hari dengan menunjukkan kelelahan, mudah marah, gangguan nafsu makan dan kehilangan libido ( kehilangan selera untuk berhubungan intim dengan suami).
Llewelly-jones (1994) menyatakan wanita yang didiagnosa mengalami depresi 3 bulan pertama setelah melahirkan. Wanita tersebut secara social dan emosional meras terasingkan atau mudah tegang dalam setiap kejadian hidupnya.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa depresi post partum adalah gangguan emosional pasca persalinan yang bervariasi, terjadi pada 10 hari pertama masa setelah melahirkan dan berlangsung terus-menerus sampai 6 bulan atau bahkan sampai satu tahun.
2. Penyebab Depresi Post Partum
Disebabkan karena gangguan hormonal. Hormon yang terkait dengan terjadinya depresi post partum adalah prolaktin, steroid dan progesterone.
Kruckman (dalam Yanita, 2000) membagi factor penyebab dari depresi postpartum menjadi tiga bagian :
a. Faktor biologi
(Nott Susanti,2001) setelah menguji kadar hormon pada 27 perempuan dengan penurunan kadar progesteron, ia menyimpulkan bahwa penurunan kadar progesteron paling tajam setelah kelahiran cenderung mengalami depresi selama sepuluh hari pertama setelah melahirkan.
b. Faktor psikososisal
ü Kepribadian
Berhubungan erat dengan gagasan tentang konflik peran adalah sering kali ditemukan bahwa “sikap” terhadap kehamilan, terutama kebimbangan, berhubungan erat dengan depresi (Siever,1985).
ü Demografi
Selama dua abad terakhir ada suatu hipotesis yang menyatakan bahwa perubahan sosial yang berskala besar seperti perang dan depresi ekonomi juga mempunyai peran pada terjadinya postpartum depression. Beberapa peneliti telah menguji variable-veriabel yang berhubungan dengan kondisi lingkungan seperti tekanan keuangan, status sosial ekonomi, mobilitas geografis, dan sebagainya. Seperti yang dinyatakan Heitler (dalam Susanti, 2001) ia menghubungkan depresi dengan keperdulian perempuan yang sedang hamil terhadap masalah keuangan dan kepercayaan terhadap situasi pekerjaan pasangannya.
ü Hubungan Interpersonal
Righetti (1998) menyatakan bahwa terpisahnya ibu-bayi, bonding yang terganggu akan diikuti dengan postpartum depression. Sedangkan (Noorhara, 1995) menyatakn bahwa perbedaan usia yang besar dan adanya perbedaan agama akan mengakibatkan peningkatan depresi. Namun, “tekanan perkawinan” tersebut akan menjadi masalah jika peristiwa-peristiwa lain yang menyebabkan stress juga hadir. Patut diingat bahwa factor resiko postpartum depression sangat sulit dikenali dan banyak yang bertentangan satu dengan yang lain.
ü Proses Melahirkan
Diantara hasil-hasil penelitian terkini menunjukkan bahwa disekitar proses kelahiran merupakan faktor resiko timbulnya postpartum depression. Salah satunya adalah pengalaman traumatis melahirkan, yang dihubungkan dengan ibu muda
c. Pandangan Antropologis
Kruckman (dalam Yanita, 2000) merasa bahwa ritual pasca
melahirkan dapat secara simbolis meletakkan “selimut” dukungan emosi yang hangat dan aman pada ibu, melalui indakan ritual seperti memijat, memberikan makanan khusus, membacakan puisi dan lagu disampaikan pesan bahwa perasaannya, kekhawatirannya, ketakutannya, walaupun menyebabkan perasaaan tidak nyaman, merupakan suatu hal yang normal dan akan berlalu.
3. Gejala
Gejala yang menonjol dalam depresi post partum adalah trias depresi yaitu:
- Berkurangnya energi
- Penurunan efek
- Hilang minat (anhedonia)
Ling dan Duff(2001) mengatakan bahwa gejala depresi post partum yang dialami 60% wanita mempunyai karateristik dan spesifik antara lain:
- Trauma terhadap intervensi medis yang terjadi
- Kelelahan dan perubahan mood
- Gangguan nafsu makan dan gangguan tidur
- Tidak mau berhubungan dengan orang lain
- tidak mencintai bayinya dan ingin menyakiti bayinya atau dirinya sendiri.
4. Bentuk-bentuk Postpartum depression
Postpartum Depression menurut Brown dkk (1997) dapat dibagi berdasarkan 3
kategori sebagai berikut :
a. Postpartum ‘blues’ or transitory minor affective disorder yaitukesedihan pasca persalinan yang bersifat sementara
b. Chronic depressive syndrome or moderate depression disorder
c. Postpartum psychosis atau puerperal psychosis yaitu dalam kondisi seperti ini terjadi tekanan jiwa yang sangat berat karena bisa menetap sampai setahun dan bisa juga selalu kambuh gangguan kejiwaannya setiap pasca melahirkan.
5. Kriteria Depresi Postpartum
Kriteria Depresi Postpartum yang harus dipenuhi yaitu :
1) Penderita harus menampakkan gejala depresi,
2) Gejala tersebut muncul dan berkembang sejak melahirkan
3) Gejala tersebut tidak pernah tampak sebelum melahirkan, dan dalam beberapa keadaan menyebabkan penurunan kemampuan pasien
4) Gejala tersebut harus menetap lebih dari dua minggu.
6. Dampak Postpartum depression
Pengaruh postpartum depression dapat terjadi pada :
a. Pengaruh postpartum depression pada anak
b. Pengaruh pos partum depression pada keluarga
7. Gambaran Klinik, Pencegahan Dan Penatalaksanaan
Depresi post partum merupakan problem psikis sesudah melahirkan seperti labilitas efek, kecemasan dan depresi pada ibu yang dapat berlangsung berbulan-bulan.
Faktor resiko :
· Keadaan hormonal
· Dukungan sosial
· Emotional relationship
· Komunikasi dan kedekatan
· Struktur keluarga
· Antropologi
· Perkawinan
· Demografi
· Stressor psikososial dan lingkunga Hormon yang terkait dengan terjadinya depresi post partum adalah prolaktin, steroid, progesteron dan estrogen.
Untuk mencegah terjadinya depresi post partum sebagai anggota keluarga harus memberikan dukungan emosional kepada ibu dan jangan mengabaikan ibu bila terlihat sedang sedih, dan sarankan pada ibu untuk :
· Beristirahat dengan baik
· Berolahraga yang ringan
· Berbagi cerita dengan orang lain
· Bersikap fleksible
· Bergabung dengan orang-orang baru
· Sarankan untuk berkonsultasi dengan tenaga medis
a. Perawatan masa kehamilan
Mencegah atau sekurang-kurangnya bersiap siaga pada kasus-kasus yang disangka akan terjadi perdarahan adalah penting. Tindakan pencegahan tidak saja dilakukan sewaktu bersalin tetapi sudah dimulai sejak ibu hamil dengan melakukan antenatal care yang baik.
Menangani anemia dalam kehamilan adalah penting, ibu-ibu yang mempunyai predisposisi atau riwayat perdarahan postpartum sangat dianjurkan untuk bersalin di rumah sakit.
b. Persiapan persalinan
Di rumah sakit diperiksa keadaan fisik, keadaan umum, kadar Hb, golongan dar ah, dan bila memungkinkan sediakan donor darah dan dititipkan di bank darah. Pemasangan cateter intravena dengan lobang yang besar untuk persiapan apabila diperlukan transfusi.
Untuk pasien dengan anemia berat sebaiknya langsung dilakukan transfusi.
Sangat dianjurkan pada pasien dengan resiko perdarahan postpartum untuk menabung darahnya sendiri dan digunakan saat persalinan.
c. Persalinan
Setelah bayi lahir, lakukan massae uterus dengan arah gerakan circular atau maju mundur sampai uterus menjadi keras dan berkontraksi dengan baik. Massae yang berlebihan atau terlalu keras terhadap uterus sebelum, selama ataupun sesudah lahirnya plasenta bisa mengganggu kontraksi normal myometrium dan bahkan mempercepat kontraksi akan menyebabkan kehilangan darah yang berlebihan dan memicu terjadinya perdarahan postpartum.
d. Kala tiga dan Kala empat(7,13,14)
· Uterotonica dapat diberikan segera sesudah bahu depan dilahirkan. Study memperlihatkan penurunan insiden perdarahan postpartum pada pasien yang mendapat oxytocin setelah bahu depan dilahirkan, tidak didapatkan peningkatan insiden terjadinya retensio plasenta. Hanya saja lebih baik berhati-hati pada pasien dengan kecurigaan hamil kembar apabila tidak ada USG untuk memastikan. Pemberian oxytocin selama kala tiga terbukti mengurangi volume darah yang hilang dan kejadian perdarahan postpartum sebesar 40%.
· Pada umumnya plasenta akan lepas dengan sendirinya dalam 5 menit setelah bayi lahir. Usaha untuk mempercepat pelepasan tidak ada untungnya justru dapat menyebabkan kerugian. Pelepasan plasenta akan terjadi ketika uterus mulai mengecil dan mengeras, tampak aliran darah yang keluar mendadak dari vagina, uterus terlihat menonjol ke abdomen, dan tali plasenta terlihat bergerak keluar dari vagina. Selanjutnya plasenta dapat dikeluarkan dengan cara menarik tali pusat secra hati-hati. Segera sesudah lahir plasenta diperiksa apakah lengkap atau tidak. Untuk “ manual plasenta “ ada perbedaan pendapat waktu dilakukannya manual plasenta. Apabila sekarang didapatkan perdarahan adalah tidak ada alas an untuk menunggu pelepasan plasenta secara spontan dan manual plasenta harus dilakukan tanpa ditunda lagi.
Jika tidak didapatkan perdarahan, banyak yang menganjurkan dilakukan manual plasenta 30 menit setelah bayi lahir. Apabila dalam pemeriksaan plasenta kesan tidak lengkap, uterus terus di eksplorasi untuk mencari bagian-bagian kecil dari sisa plasenta.
· Lakukan pemeriksaan secara teliti untuk mencari adanya perlukaan jalan lahir yang dapat menyebabkan perdarahan dengan penerangan yang cukup. Luka trauma ataupun episiotomi segera dijahit sesudah didapatkan uterus yang mengeras dan berkontraksi dengan baik.
2. Manajemen Perdarahan Postpartum
Tujuan utama pertolongan pada pasien dengan perdarahan postpartum
adalah menemukan dan menghentikan penyebab dari perdarahan secepat mungkin.
Terapi pada pasien dengan hemorraghe postpartum mempunyai 2 bagian :
a. Resusitasi dan manajemen yang baik terhadap perdarahan
Pasien dengan hemorraghe postpartum memerlukan penggantian cairan dan pemeliharaan volume sirkulasi darah ke organ – organ penting. Pantau terus perdarahan, kesadaran dan tanda-tanda vital pasien. Pastikan dua kateler intravena ukuran besar untuk memudahkan pemberian cairan dan darah secara bersamaan apabila diperlukan resusitasi cairan cepat.
· Pemberian cairan : berikan normal saline atau ringer lactate
· transfusi darah : bisa berupa whole blood ataupun packed red cell
· Evaluasi pemberian cairan dengan memantau produksi urine (dikatakan perfusi cairan ke ginjal adekuat bila produksi urin dalam 1jam 30 cc atau lebih)
b. Manajemen penyebab hemorraghe postpartum
Tentukan penyebab hemorraghe postpartum :
· Atonia uteri
Periksa ukuran dan tonus uterus dengan meletakkan satu tangan di fundus uteri dan lakukan massase untukmengeluarkan bekuan darah di uterus dan vagina. Apabila terus teraba lembek dan tidak berkontraksi dengan baik perlu dilakukan massase yang lebih keras dan pemberian oxytocin.
Pengosongan kandung kemih bisa mempermudah kontraksi uterus dan memudahkan tindakan selanjutnya. Lakukan kompres bimanual apabila perdarahan masih berlanjut, letakkan satu tangan di belakang fundus uteri dan tangan yang satunya dimasukkan lewat jalan lahir dan ditekankan pada fornix anterior. Pemberian uterotonica jenis lain dianjurkan apabila setelah pemberian oxytocin dan kompresi bimanual gagal menghentikan perdarahan, pilihan berikutnya adalah ergotamine.
· Sisa plasenta
Apabila kontraksi uterus jelek atau kembali lembek setelah kompresi bimanual ataupun massase dihentikan, bersamaan pemberian uterotonica lakukan eksplorasi. Beberapa ahli menganjurkan eksplorasi secepatnya, akan tetapi hal ini sulit dilakukan tanpa general anestesi kecuali pasien jatuh dalam syok. Jangan hentikan pemberian uterotonica selama dilakukan eksplorasi.
Setelah eksplorasi lakukan massase dan kompresi bimanual ulang tanpa menghentikan pemberian uterotonica. Pemberian antibiotic spectrum luas setelah tindakan ekslorasi dan manual removal. Apabila perdarahan masih berlanjut dan kontraksi uterus tidak baik bisa dipertimbangkan untuk dilakukan laparatomi. Pemasangan tamponade uterrovaginal juga cukup berguna untuk menghentikan perdarahan selama persiapan operasi
· Trauma jalan lahir
Perlukaan jalan lahir sebagai penyebab pedarahan apabila uterus sudah berkontraksi dengan baik tapi perdarahan terus berlanjut. Lakukan eksplorasi jalan lahir untuk mencari perlukaan jalan lahir dengan penerangan yang cukup. Lakukan reparasi penjahitan setelah diketahui sumber perdarahan, pastikan penjahitan dimulai diatas puncak luka dan berakhir dibawah dasar luka. Lakukan evaluasi perdarahan setelah penjahitan selesai.
Hematom jalan lahir bagian bawah biasanya terjadi apabila terjadi laserasi pembuluh darah dibawah mukosa, penetalaksanaannya bisa dilakukan incise dan drainase. Apabila hematom sangat besar curigai sumber hematom karena pecahnya arteri, cari dan lakukan ligasi untuk menghentikan perdarahan.
· Gangguan pembekuan darah
Jika manual eksplorasi telah menyingkirkan adanya rupture uteri, sisa plasenta dan perlukaan jalan lahir disertai kontraksi uterus yang baik mak kecurigaan penyebab perdarahan adalah gangguan pembekuan darah. Lanjutkan dengan pemberian product darah pengganti ( trombosit,fibrinogen).
· Terapi pembedahan
1. Laparatomi
Pemilihan jenis irisan vertical ataupun horizontal (Pfannenstiel) adalah tergantung operator. Begitu masuk bersihkan darah bebas untuk memudahkan mengeksplorasiuterus dan jaringan sekitarnya untuk mencari tempat rupture uteri ataupun hematom. Reparasi tergantung tebal tipisnya rupture. Pastikan reparasi benarbenar menghentikan perdarahan dan tidak ada perdarahan dalam karena hanya akan menyebabkan perdarahan keluar lewat vagina. Pemasangan drainase apabila perlu. Apabila setelah pembedahan ditemukan uterus intact dan tidak ada perlukaan ataupun rupture lakukan kompresi bimanual disertai pemberian uterotonica.
2. Ligasi arteri
ü Ligasi uteri uterine
Prosedur sederhana dan efektif menghentikan
perdarahan yang berasal dari uterus karena uteri ini mensuplai 90% darah yang mengalir ke uterus. Tidak ada gangguan aliran menstruasi dan kesuburan.
ü Ligasi arteri ovarii
Mudah dilakukan tapi kurang sebanding dengan hasil yang diberikan
ü Ligasi arteri iliaca interna
Efektif mengurangi perdarahan yany bersumber
dari semua traktus genetalia dengan mengurangi tekanan darah dan circulasi darah sekitar pelvis. Apabila tidak berhasil menghentikan perdarahan, pilihan berikutnya adalah histerektomi.
3. Histerektomi
Merupakan tindakan curative dalam menghentikan perdarahan yang berasal dari uterus. Total histerektomi dianggap lebih baik dalam kasus ini walaupun subtotal histerektomi lebih mudah dilakukan, hal ini disebabkan subtotal histerektomi tidak begitu efektif menghentikan perdarahan apabila berasal dari segmen bawah rahim, servix,fornix vagina.
Referensi pemberian uterotonica :
1. Pitocin
- Onset in 3 to 5 minutes
- Intramuscular : 10-20 units
- Intravenous : 40 units/liter at 250 cc/hour
2. Ergotamine ( Methergine )
- Dosing : 0.2 mg IM or PO every 6-8 hour
- Onset in 2 to 5 minutes
- Kontraindikasi
· Hypertensi
· Pregnancy Induced hypertntio
· hypersensitivity
3. Prostaglandin ( Hemabate )
a. Dosing 0.25 mg Intramuscular or intramyometrium
b. Onset < 5 minutes
c. Administer every 15 minutes to maximum of 2 mg
4. Misoprostol 600 mcg PO or PR
2.2 Gangguan Psikologis Masa Nifas
A. Depresi post partum
1. Pengertian Depresi Post Partum
Depresi Post Partum menurut Goldman (1986) adalah sebagai kumpulan gejala klinik yang sesuai dengan gambaran gangguan depresi berat pada wanita postpartum dan gejala tersebut dimulai setelah melahirkan.
Depresi post partum adalah depresi berat yang terjadi 7 hari setelah melahirkan dan berlangsung selama 30 hari, dapat terjadi kapanpun bahkan sampai 1 tahun kedepan.
Depresi post parum adalah depresi yang bervariasi dari hari ke hari dengan menunjukkan kelelahan, mudah marah, gangguan nafsu makan dan kehilangan libido ( kehilangan selera untuk berhubungan intim dengan suami).
Llewelly-jones (1994) menyatakan wanita yang didiagnosa mengalami depresi 3 bulan pertama setelah melahirkan. Wanita tersebut secara social dan emosional meras terasingkan atau mudah tegang dalam setiap kejadian hidupnya.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa depresi post partum adalah gangguan emosional pasca persalinan yang bervariasi, terjadi pada 10 hari pertama masa setelah melahirkan dan berlangsung terus-menerus sampai 6 bulan atau bahkan sampai satu tahun.
2. Penyebab Depresi Post Partum
Disebabkan karena gangguan hormonal. Hormon yang terkait dengan terjadinya depresi post partum adalah prolaktin, steroid dan progesterone.
Kruckman (dalam Yanita, 2000) membagi factor penyebab dari depresi postpartum menjadi tiga bagian :
a. Faktor biologi
(Nott Susanti,2001) setelah menguji kadar hormon pada 27 perempuan dengan penurunan kadar progesteron, ia menyimpulkan bahwa penurunan kadar progesteron paling tajam setelah kelahiran cenderung mengalami depresi selama sepuluh hari pertama setelah melahirkan.
b. Faktor psikososisal
ü Kepribadian
Berhubungan erat dengan gagasan tentang konflik peran adalah sering kali ditemukan bahwa “sikap” terhadap kehamilan, terutama kebimbangan, berhubungan erat dengan depresi (Siever,1985).
ü Demografi
Selama dua abad terakhir ada suatu hipotesis yang menyatakan bahwa perubahan sosial yang berskala besar seperti perang dan depresi ekonomi juga mempunyai peran pada terjadinya postpartum depression. Beberapa peneliti telah menguji variable-veriabel yang berhubungan dengan kondisi lingkungan seperti tekanan keuangan, status sosial ekonomi, mobilitas geografis, dan sebagainya. Seperti yang dinyatakan Heitler (dalam Susanti, 2001) ia menghubungkan depresi dengan keperdulian perempuan yang sedang hamil terhadap masalah keuangan dan kepercayaan terhadap situasi pekerjaan pasangannya.
ü Hubungan Interpersonal
Righetti (1998) menyatakan bahwa terpisahnya ibu-bayi, bonding yang terganggu akan diikuti dengan postpartum depression. Sedangkan (Noorhara, 1995) menyatakn bahwa perbedaan usia yang besar dan adanya perbedaan agama akan mengakibatkan peningkatan depresi. Namun, “tekanan perkawinan” tersebut akan menjadi masalah jika peristiwa-peristiwa lain yang menyebabkan stress juga hadir. Patut diingat bahwa factor resiko postpartum depression sangat sulit dikenali dan banyak yang bertentangan satu dengan yang lain.
ü Proses Melahirkan
Diantara hasil-hasil penelitian terkini menunjukkan bahwa disekitar proses kelahiran merupakan faktor resiko timbulnya postpartum depression. Salah satunya adalah pengalaman traumatis melahirkan, yang dihubungkan dengan ibu muda
c. Pandangan Antropologis
Kruckman (dalam Yanita, 2000) merasa bahwa ritual pasca
melahirkan dapat secara simbolis meletakkan “selimut” dukungan emosi yang hangat dan aman pada ibu, melalui indakan ritual seperti memijat, memberikan makanan khusus, membacakan puisi dan lagu disampaikan pesan bahwa perasaannya, kekhawatirannya, ketakutannya, walaupun menyebabkan perasaaan tidak nyaman, merupakan suatu hal yang normal dan akan berlalu.
3. Gejala
Gejala yang menonjol dalam depresi post partum adalah trias depresi yaitu:
- Berkurangnya energi
- Penurunan efek
- Hilang minat (anhedonia)
Ling dan Duff(2001) mengatakan bahwa gejala depresi post partum yang dialami 60% wanita mempunyai karateristik dan spesifik antara lain:
- Trauma terhadap intervensi medis yang terjadi
- Kelelahan dan perubahan mood
- Gangguan nafsu makan dan gangguan tidur
- Tidak mau berhubungan dengan orang lain
- tidak mencintai bayinya dan ingin menyakiti bayinya atau dirinya sendiri.
4. Bentuk-bentuk Postpartum depression
Postpartum Depression menurut Brown dkk (1997) dapat dibagi berdasarkan 3
kategori sebagai berikut :
a. Postpartum ‘blues’ or transitory minor affective disorder yaitukesedihan pasca persalinan yang bersifat sementara
b. Chronic depressive syndrome or moderate depression disorder
c. Postpartum psychosis atau puerperal psychosis yaitu dalam kondisi seperti ini terjadi tekanan jiwa yang sangat berat karena bisa menetap sampai setahun dan bisa juga selalu kambuh gangguan kejiwaannya setiap pasca melahirkan.
5. Kriteria Depresi Postpartum
Kriteria Depresi Postpartum yang harus dipenuhi yaitu :
1) Penderita harus menampakkan gejala depresi,
2) Gejala tersebut muncul dan berkembang sejak melahirkan
3) Gejala tersebut tidak pernah tampak sebelum melahirkan, dan dalam beberapa keadaan menyebabkan penurunan kemampuan pasien
4) Gejala tersebut harus menetap lebih dari dua minggu.
6. Dampak Postpartum depression
Pengaruh postpartum depression dapat terjadi pada :
a. Pengaruh postpartum depression pada anak
b. Pengaruh pos partum depression pada keluarga
7. Gambaran Klinik, Pencegahan Dan Penatalaksanaan
Depresi post partum merupakan problem psikis sesudah melahirkan seperti labilitas efek, kecemasan dan depresi pada ibu yang dapat berlangsung berbulan-bulan.
Faktor resiko :
· Keadaan hormonal
· Dukungan sosial
· Emotional relationship
· Komunikasi dan kedekatan
· Struktur keluarga
· Antropologi
· Perkawinan
· Demografi
· Stressor psikososial dan lingkunga Hormon yang terkait dengan terjadinya depresi post partum adalah prolaktin, steroid, progesteron dan estrogen.
Untuk mencegah terjadinya depresi post partum sebagai anggota keluarga harus memberikan dukungan emosional kepada ibu dan jangan mengabaikan ibu bila terlihat sedang sedih, dan sarankan pada ibu untuk :
· Beristirahat dengan baik
· Berolahraga yang ringan
· Berbagi cerita dengan orang lain
· Bersikap fleksible
· Bergabung dengan orang-orang baru
· Sarankan untuk berkonsultasi dengan tenaga medis
0 komentar:
Posting Komentar